Pengertian Difusi atau diffusion merupakan suatu proses penyebaran unsur-unsur kebudayaan ke seluruh dunia. Difusi dijadikan sebagai salah satu objek ilmu observasi antropologi, utamanya sub-ilmu antropologi diakronik.
Proses difusi tidak cuma dilihat dari sudut bergeraknya unsur-unsur kebudayaan dari satu tempat ke tempat lain di wajah bumi saja, tetapi khususnya selaku proses di mana unsur kebudayaan dibawa oleh individu dari sebuah kebudayaan, dan mesti diterima oleh individu-individu dari kebudayaan lain.
Bentuk-Bentuk Difusi
Salah satu bentuk difusi yakni penyebaran unsur-unsur kebudayaan yang terjadi lantaran dibawa oleh kelompok-kelompok insan yang bermigrasi dari satu tempat ke tempat lain di dunia. Hal ini khususnya terjadi pada zaman prehistori, puluhan ribu tahun yang kemudian, di dikala insan yang hidup berburu pindah dari suatu tempat ke tempat lain yang jauh sekali, dikala itulah unsur kebudayaan yang mereka punya juga ikut berpindah.
Penyebaran unsur-unsur kebudayaan tidak hanya terjadi sewaktu ada perpindahan dari suatu golongan insan dari satu tempat ke tempat lain, tetapi juga bisa terjadi karena adanya individu-individu tertentu yang menjinjing unsur kebudayaan itu sampai jauh sekali. Individu-individu yang dimaksud yakni golongan pedagang, pelaut, serta golongan para mahir agama.
Bentuk difusi yang lain lagi merupakan penyebaran unsur-unsur kebudayaan yang terjadi di dikala individu-individu dari kalangan tertentu berjumpa dengan individu-individu dari golongan tetangga. Pertemuan-konferensi antara golongan-golongan itu bisa berlangsung dengan 3 cara, yakni :
1. Hubungan symbiotic
Hubungan symbiotic yakni hubungan di mana bentuk dari kebudayaan itu masing-masing hampir tidak berganti. Contohnya ialah di kawasan pedalaman negara Kongo, Togo, dan Kamerun di Afrika Tengah dan Barat; di saat berjalan kesibukan barter hasil berburu dan hasil hutan antara suku Afrika dan suku Negrito. Pada waktu itu, kekerabatan mereka terbatas cuma pada tukar barang barang-barang itu saja, kebudayaan masing-masing suku tidak berganti.
2. Penetration pacifique (pemasukan secara hening)
Salah satu bentuk penetration pacifique ialah hubungan perdagangan. Hubungan jual beli ini mempunyai balasan yang lebih jauh dibanding kekerabatan symbiotic. Unsur-unsur kebudayaan asing yang dibawa oleh pedagang masuk ke kebudayaan penemrima dengan tidak disengaja dan tanpa paksaan. Sebenarnya, pemasukan unsur-unsur absurd oleh para penyiar agama itu juga dilaksanakan secara damai, namun hal itu dilaksanakan dengan sengaja, dan kadang-kadang dengan paksa.
3. Penetration violante (pemasukan secara kekerasan/tidak hening)
Pemasukan secara tidak hening ini terjadi pada relasi yang disebabkankarena peperangan atau penaklukan. Penaklukan merupakan titik permulaan dari proses masuknya kebudayaan gila ke suatu tempat. Proses selanjutnya ialah penjajahan, di sinilah proses pemasukan unsur kebudayaan gila mulai berjalan.
Ada juga difusi yang disebut stimulus diffusion. Stimulus diffusion merupakan proses difusi yang terjadi lewat suatu rangkaian konferensi antara suatu deret suku-suku bangsa. Konsep stimulus diffusion juga kadang dipergunakan di saat ada suatu unsur kebudayaan yang dibawa ke dalam kebudayaan lain, di mana unsur itu mendorong (menstimulasi) terjadinya unsur-unsur kebudayaan yang dianggapsebagai kebudayaan yang gres oleh warga penerima, walaupun pandangan baru awalnya berasal dari kebudayaan aneh tersebut.
Proses difusi terbagi dua macam, yakni:
- Difusi pribadi , jikalau unsur-unsur kebudayaan tersebut pribadi menyebar dari suatu lingkup kebudayaan pemberi ke lingkup kebudayaan peserta.
- Difusi tak pribadi terjadi apabila unsur-unsur dari kebudayaan pemberi singgah dan meningkat dulu di suatu tempat untuk kemudian gres masuk ke lingkup kebudayaan penerima.
Difusi tak pribadi bisa juga mengakibatkan sebuah bentuk difusi berangkai , kalau unsur-unsur kebudayaan yang sudah diterima oleh suatu lingkup kebudayaan kemudian menyebar lagi pada lingkup-lingkup kebudayaan lainnya secara berkesinambungan.
Contoh-Contoh Difusi
Pada golongan masyarakat Indonesia, pola difusi yang terjadi bisa dilihat pada aneka macam kata yang ada dalam Bahasa Indonesia. Tanpa kita sadari, Bahasa Indonesia sendiri merupakan acuan hasil dari proses difusi yang terjadi dalam penduduk. Berbagai kata dalam Bahasa Indonesia merupakan hasil serapan dari bahasa asing dan bahasa-bahasa tempat, mirip Bahasa Jawa, Sunda, dan lain-lain.
Berbagai kontak budaya yang terjadi dalam penduduk, memunculkan terjadinya difusi dalam struktur Bahasa Indonesia. Proses difusi yang menimbulkan datangnya kosakata gres dalam Bahasa Indonesia terbagi dalam dua bahagian proses, yakni:
- Difusi ekstern yakni peresapan kosakata aneh oleh Bahasa Indonesia yang mengganti Bahasa Indonesia ke arah yang lebih modern. Dampak dari difusi ekstern ini tampakdari kreativitas orang-orang Indonesia , yang memadukan aneka macam unsur bahasa aneh sehingga berubah menjadi menjadibentuk kata-kata gres, seperti: gerilyawan, ilmuwan, sejarawan, Pancasilais, agamis, dan lain-lain.
- Difusi intern yakni timbulnya korelasi timbal balik antara bahasa Indonesia dengan bahasa Jawa (seperti masuknya kata lugas, busana, pangan dll) atau dengan bahasa Sunda (kata-kata nyeri, pakan, tahap, langka) mengenai absorpsi kosakata.
Pengertian Akulturasi
Akulturasi (acculturation atau culture contact) didefinisikan selaku proses sosial yang muncul bila suatu golongan insan dengan kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur-unsur dari sebuah kebudayaan asing dengan sedemikian rupa, sehingga unsur-unsur kebudayaan aneh itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri tanpa memunculkan hilangnya kepribadian kebudayaan itu sendiri. Secara singkat, pemahaman akulturasi yakni bersatunya dua kebudayaan atau lebih sehingga membentuk kebudayaan gres tanpa menetralisir unsur kebudayaan orisinil.
Dalam ranah observasi ihwal hal ini, terdapat lima kelompok problem berhubungan dengan akulturasi, yakni :
- Masalah mengenai metode-metode untuk mengobservasi, mencatat, dan melukiskan suatu proses akulturasi dalam suatu penduduk;
- Masalah yang bekerjasama dengan unsur-unsur kebudayaan abnormal apa yang mudah diterima, dan unsur-unsur kebudayaan gila apa yang merepotkan diterima oleh penduduk peserta;
- Masalah menyangkut unsur-unsur kebudayaan apa yang gampang diganti atau diubah, dan unsur-unsur apa yang tidak gampang diganti atau diubah oleh unsur-unsur kebudayaan aneh;
- Masalah berhubungan dengan individu-individu apa yang suka dan cepat mendapatkan, dan individu-individu apa yang sukar dan lambat memperoleh unsur-unsur kebudayaan aneh;
- Masalah mengenai ketegangan-ketegangan dan krisis-krisis sosial yang muncul sebagai balasan akulturasi.
Selain kelima kelompok problem tersebut, Hal-hal yang seharusnya diamati oleh para peneliti yang mau meneliti akulturasi yakni :
- Keadaan penduduk peserta sebelum proses akulturasi mulai berjalan; Bahan mengenai kondisi penduduk penerima sebenarnya merupakan materi ihwal sejarah dari masyarakat yang bersangkutan. Apabila ada sumber-sumber tertulis, maka materi itu bisa dikumpulkan dengan menggunakan tata cara yang biasa dipakai oleh para jago sejarah. Bila sumber tertulis tidak ada, peneliti mesti menghimpun bahan perihal kondisi penduduk akseptor yang kembali sejauh mungkin dalam ruang waktu, misalnya dengan proses wawancara. Dengan demikian, seorang peneliti mampu mengetahui kondisi kebudayaan penduduk peserta sebelum proses akulturasi mulai berlangsung. Saat inilah yang disebut “titik permulaan dari proses akulturasi” atau base line of acculturation.
- Individu-individu dari kebudayaan aneh yang menjinjing unsur-unsur kebudayaan asing; Individu-individu ini disebut juga agents of acculturation. Pekerjaan dan latar belakang dari agents of acculturation inilah yang akan memilih corak kebudayaan dan unsur-unsur apa saja yang akan masuk ke dalam suatu tempat. Hal ini terjadi lantaran dalam suatu penduduk, apalagi bila penduduk itu merupakan masyarakat yang luas dan kompleks, warga cuma mengetahui sebagian kecil dari kebudayaannya saja, biasanya yang berhubungan dengan profesi dan latar belakang warga tersebut.
- Saluran-susukan yang dilalui oleh unsur-unsur kebudayaan aneh untuk masuk pada kebudayaan peserta; Hal ini penting untuk mengetahui gambaran yang jelas dari suatu proses akulturasi. Contohnya yaitu apabila kita ingin memahami proses yang mesti dilalui oleh kebudayaan sentra untuk masuk ke dalam kebudayaan tempat, maka susukan-salurannya yakni melalui sistem propaganda dari partai-partai politik, pendidikan sekolah, garis hirarki pegawai pemerintah, dan lain-lain.
- Bagian-cuilan dari penduduk penerima yang terkena efek unsur-unsur kebudayaan asing tadi; Kadang , unsur-unsur kebudayaan gila yang diterima tiap golongan-golongan dalam penduduk berlainan-beda. Oleh karena itu, penting untuk mengenali penggalan-pecahan mana dari penduduk peserta yang terkena efek unsur-unsur kebudayaan asing tersebut.
- Reaksi para individu yang terkena unsur-unsur kebudayaan gila, Terbagi menjadi 2 reaksi lazim, yakni reaksi “udik” dan reaksi “progresif”. Reaksi “terbelakang” yakni reaksi menolak unsur-unsur kebudayaan aneh , yang pada risikonya akan membuat pengunduran diri pihaknya dari realita kehidupan penduduk, kembali ke kehidupan mereka yang telah kuno. Reaksi “progresif”yakni reaksi yang bertentangan dengan”terbelakang”, reaksi yang menerima unsur-unsur kebudayaan aneh
Contoh-Contoh Akulturasi
1. Kereta Singo Barong (Cirebon)
Kereta Singa Barong, yang dibuat pada tahun 1549, merupakan refleksi dari persahabatan Cirebon dengan bangsa-bangsa lain. Wajah kereta ini merupakan perwujudan tiga binatang yang digabung menjadi satu, gajah dengan belalainya, bermahkotakan naga dan berbadan binatang burak.
Belalai gajah merupakan persahabatan dengan India yang beragama Hindu, kepala naga melambangkan persahabatan dengan Cina yang beragama Buddha, dan tubuh burak lengkap dengan sayapnya, melambangkan persahabatan dengan Mesir yang beragama Islam.
Kereta ini dibikin oleh seorang arsitek kereta Panembahan Losari dan pemahatnya Ki Notoguna dari Kaliwulu. Pahatan pada kereta itu memang detail dan rumit. Mencirikan budaya khas tiga negara sobat itu, pahatan wadasan dan mega mendung mencirikan khas Cirebon, warna-warna ukiran yang merah-hijau mencitrakan khas Cina. Dalam kereta itu, tiga budaya (Buddha, Hindu, dan Islam) digambarkan menjadi satu dalam trisula di belalai gajah.
2. Keraton Kasepuhan Cirebon
Bangunan arsitektur dan interior Keraton Kasepuhan menggambarkan banyak sekali macam imbas, mulai dari gaya Eropa, Cina, Arab, maupun budaya setempat yang sudah ada sebelumnya, yakni Hindu dan Jawa. Semua elemen atau unsur budaya di atas melebur pada bangunan Keraton Kasepuhan tersebut.
Pengaruh Eropa terlihat pada tiang-tiang bergaya Yunani. Arsitektur gaya Eropa lainnya berbentuklengkungan ambang pintu berupa setengah lingkaran yang terdapat pada bangunan Lawang Sanga (pintu sembilan).
Pengaruh gaya Eropa yang lain merupakan pilaster pada dinding-dinding bangunan, yang membuat dindingnya lebih menarik tidak datar. Gaya bangunan Eropa juga terlihat terperinci pada bentuk pintu dan jendela padabangunan bangsal Pringgondani, berukuran lebar dan tinggi serta penggunaan jalusi selaku ventilasi udara.
Bangsal Prabayasa berfungsi selaku tempat mendapatkan tamu-tamu agung. Bangunan tersebut ditopang oleh tiang saka dari kayu. Tiang saka tersebut diberi dekorasi motif tumpal yang berasal dari Jawa.
Pengaruh arsitektur Hindu-Jawa yang terang menonjol ialah bangunan Siti Hinggil yang terletak di kepingan paling depan kompleks keraton. Seluruh bangunannya yang dibuat dari konstruksi watu bata mirip lazimnya bangunan candi Hindu.
Kesan bangunan gaya Hindu terlihat kuat khususnya pada pintu masuk menuju kompleks tersebut , yakni berbentukgapura berukuran sama atau simetris antara potongan sisi kiri dan kanan seolah dibelah.
Pada dinding kiri dan kanan bangsal Agung diberi dekorasi tempelanporselen dari Belanda berskala kecil 110 x 10 cm berwarna biru (blauwe delft) dan berwarna merah kecoklatan. Pada kepingan tengahnya diberi tempelan piring porselen Cina berwarna biru. Lukisan pada piring tersebutmelukiskan seni lukis Cina dengan teknik perspektif yang bertingkat.
Secara keseluruhan , warna keraton tersebut didominasi warna hijau yang identik dengan simbol Islami. Warna emas yang dipakai pada beberapaornamen melambangkan kemewahan dan keagungan dan warna merah melambangkan kehidupan ataupun surgawi.
Bangunan Keraton Kasepuhan menyiratkan perpaduan antara aspek fungsional dan simbolis maupun budaya setempat dan luar. Mencerminkan kemajemukan gaya maupun kekayaan budaya bangsa Indonesia.
3. Barongsai
Kesenian Barongsai , yang mulanya berasal dari Kebudayaan Tionghoa , kini sudah berakulturasi dengan kesenian setempat.
Pengertian Asimilasi
Asimilasi atau assimilation yakni proses sosial yang muncul bila ada golongan-golongan insan dengan latar belakangan kebudayaan yang berbeda-beda yang saling bergaul pribadi secara intensif untuk waktu yang usang, sehingga kebudayaan-kebudayaan golongan-golongan tadi masing-masing berganti sifatnya yang khas, dan unsur-unsurnya masing-masing berganti menjadi unsur-unsur kebudayaan gabungan. Ringkasnya, pemahaman asimilasi yakni bercampurnya dua kebudayaan atau lebih sehingga membentuk kebudayaan baru.
Golongan yang biasanya mengalami proses asimilasi yakni golongan mayoritas dan beberapa golongan minoritas. Dalam hal ini, kebudayaan minoritaslah yang merubah sifat khas dari unsur-unsur kebudayaannya, dengan tujuan menyesuaikan diri dengan kebudayaan lebih banyak didominasi; sehingga lambat laun kebudayaan minoritas tersebut kehilangan kepribadian kebudayaannya dan masuk ke dalam kebudayaan lebih banyak didominasi.
Asimilasi ini lazimnya bisa terjadi apabila ada rasa toleransi dan simpati dari individu-individu dalam suatu kebudayaan terhadap kebudayaan lain. Sikap toleransi dan simpati pada kebudayaan ini mampu terhalang oleh beberapa faktor, yakni :
- Kurangnya wawasan ihwal kebudayaan yang dihadapi
- Sifat takut terhadap kekuatan dari kebudayaan lain
- Perasaan superioritas pada individu-individu dari satu kebudayaan terhadap lainnya.
Contoh-Contoh Asimilasi
Salah satu pola proses asimilasi yakni acara transmigrasi yang dilaksanakan di Riau pada masa pemerintahan Orde Baru. Program transmigrasi ini tidak cuma berhasil meratakan jumlah penduduk di aneka macam pulau di Indonesia, namun jadwal transmigrasi ini juga menyebabkan terjadinya asimilasi , khususnya di wilayah Riau. Hal ini tampakdari banyaknya transmigran yang membuat budaya gres , misalnya Jawa-Melayu, Mandailing-Melayu, dan lain sebagainya.
Kesimpulan
Indonesia, yang terdiri dari aneka macam suku bangsa, mempunyai warisan budaya yang sungguh kaya. Berbagai macam tradisi dan adat-istiadat yang dimiliki Indonesia mirip menjadi pujian tersendiri bagi Indonesia. Indonesia menjadi kaya lantaran budayanya. Kekayaan budaya itu ditambah lagi dengan masuknya aneka macam unsur kebudayaan absurd ke dalam Indonesia lewat proses difusi, akulturasi, dan asimilasi.
Pengertian difusi yakni proses persebaran unsur-unsur kebudayaan dari suatu tempat ke tempat lain. Difusi mampu terjadi dalam dua proses, proses pribadi dan tak eksklusif. Selanjutnya, pemahaman akulturasi yakni bergabungnya dua kebudayaan atau lebih sehingga bikin suatu kebudayaan gres, tanpa menghilangkan kepribadian dari kebudayaan orisinil.
Sedangkan asimilasi didefinisikan selaku bercampurnya dua kebudayaan atau lebih sehingga menghasilkan sebuah kebudayaan gres, yang berlainan dengan kebudayaan aslinya. Asimilasi ini biasa terjadi pada golongan minoritas dan golongan lebih banyak didominasi pada suatu tempat.